Ngantor Pakai Piyama dan Baju Rumahan Jadi Tren Baru di China
Menggunakan pakaian formal, jas, atau kemeja adalah hal lumrah yang biasanya digunakan para pekerja. Tapi hal berbeda justru terjadi di China, ke kantor dengan pakaian rumahan yang nyaman, bahkan tidak sedikit yang memakai piyama jadi trenbelakangan ini.
Seorang pekerja muda yang dikenal juga dengan sebutan Gen Z baru-baru ini memamerkan bagaimana dia memilih pakaian untuk berangkat kerja. Aktivitas itu dibagikan melalui video di platform media sosial TikTok.
Melansir HR Brew, dia memperlihatkan sandal rumah, celana piyama yang terlihat agak longgar, yang dilengkapi dengan sweater coklat yang terlihat lusuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilihan Redaksi
|
Cara Cindy Luo berpakaian ini kemudian memicu tagar baru di media sosial. Tagar itu yakni #grossoutfitatwork. Pekerja yang kebanyakan wanita kemudian ikut-ikutan membagikan pakaian kerja versi mereka yang paling nyaman.
Cindy Luo memang tidak ingin repot-repot memilih pakaian mewah dan serasi yang membuatnya terlihat seperti pekerja kantoran 'umum'.
Dia justru memilih pakaian yang nyaman selama bekerja, walaupun dia harus meninggalkan rumah untuk menuju ke tempat kerja dengan pakaian itu.
Di China, seperti banyak tempat lain di dunia, wanita mempunyai standar yang lebih tinggi dalam pakaian kantor, sementara pakaian laki-laki sering kali tidak memerlukan banyak pertimbangan.
Dilaporkan New York Times, bagi para pejabat tinggi Partai Komunis Tiongkok yang hampir seluruhnya laki-laki, pilihan pakaian yang akan mereka kenakan cukup sederhana - "ting ju feng," atau "gaya kantor dan biro."
Ini adalah tampilan yang lembut dan bersahaja dari tipikal birokrat tingkat menengah, gaya yang disukai oleh Xi, presiden China.
Namun kini semua berubah, walau mungkin tidak semua mengikuti tren pakaian santai saat ke kantor, tapi bisa jadi banyak pekerja yang tidak ingin terlalu terikat dengan pakaian formal khas kantoran.
Bisa jadi ini juga mencerminkan semakin besarnya keengganan di kalangan generasi muda China, terhadap kehidupan yang penuh ambisi dan perjuangan seperti yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir.
Ketika pertumbuhan negara melambat dan berkurangnya peluang yang menjanjikan, banyak generasi muda yang memilih untuk "berbaring". Sebuah pendekatan yang berlawanan dengan budaya untuk mencari kehidupan yang mudah dan tidak rumit. Dan sekarang bahkan mereka yang memiliki pekerjaan tetap pun masih melakukan protes diam-diam.
Pakaian yang sengaja dibuat loyo menjadi gerakan media sosial ketika seorang pengguna bernama "Kendou S-" memposting video di Douyin, media sosial semacam TikTok di China.
Dia memamerkan pakaian kerjanya: gaun sweater coklat lembut di atas celana piyama kotak-kotak dengan jaket berlapis merah muda dan sandal berbulu.
Dalam video tersebut, dia mengatakan atasannya di tempat kerja telah mengatakan kepadanya beberapa kali bahwa pakaiannya "kotor". Dan bahwa dia perlu mengenakan pakaian yang lebih baik "untuk menjaga citra perusahaan."
Videonya viral dan telah dibagikan 1,4 juta kali. Tagar "pakaian kotor di tempat kerja" tersebar di berbagai platform media sosial China, dan memicu kompetisi mengenai pakaian kerja mana yang paling menjijikkan.
Lihat Juga :![]() |
Di Weibo, X versi China, topik ini ditonton ratusan juta kali dan memicu diskusi yang lebih luas tentang mengapa generasi muda saat ini tidak mau berdandan untuk bekerja.
"Ini adalah kemajuan zaman," kata Xiao Xueping, seorang psikolog di Beijing.
Dia mengatakan generasi muda tumbuh dalam lingkungan yang relatif lebih inklusif dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka belajar untuk mengutamakan perasaan mereka sendiri.
Xiao berkata bahwa pakaian tersebut mungkin merupakan bentuk protes yang bertanggung jawab, karena orang-orang masih melakukan pekerjaannya.
Hal ini juga merupakan tanda bagaimana negara-negara mengevaluasi kembali nilai-nilai dan prioritas ketika mereka mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi.
(tst/pua)下一篇:PKB Didekati PDIP, Sekjen Gerindra: Kami Tidak Khawatir!
相关文章:
- Bareskrim Polri Tetapkan Dua Tersangka Kasus TPPO WNI di Myanmar
- Lebih Aman dan Ramah Lingkungan, Kereta Api jadi Pilihan Strategis untuk Angkut Komoditas B3
- Embun Es Kembali Selimuti Dieng, Suhu Capai Minus 1,3 Derajat Celcius
- Sony Pisahkan Unit Keuangan, Siap Listing Saham Sony Financial September 2025
- Menparekraf: Wisata IKN Bakal Mencontoh Jakarta dan Solo
- Ini 5 Minuman Penetral Setelah Makan Daging, Pencernaan Lancar
- PDI Perjuangan Kembali Kritiki KPU Soal Sirekap
- Pemerintah Ajak Suzuki Garap Mobil Nasional Impian Pak Prabowo
- 3 Pesawat Tempur F
- Indonesia Dapat Sorotan Dunia dalam Transformasi Maritim Global
相关推荐:
- 3 Waktu Terbaik untuk Berdoa Selama Bulan Ramadhan
- NYALANG: Menggapai Langit Biru
- Apresiasi Kinerja KPU dan Bawaslu, Jokowi Sebut Proses Hasil Rekapitulasi Pemilu Tepat Waktu
- Hubungan AS
- Meski Sempat Bertemu Prabowo, Gerindra Tak Masalah Perindo Dukung Ganjar
- Sering Gagal? Coba Ikuti 7 Cara Ini agar Diet Berhasil
- FOTO: Tergoda Layung Senja di Pantai Kelapa Lima Kupang
- FOTO: Takjub Kelihaian Akrobatik Kelas Dunia di Mal Jakarta
- Cegah Penyebaran Rabies di NTT, Kementan Kirim Bantuan Vaksin
- FOTO: Ramai Gua Hira Usai Puncak Ibadah Haji
- Beda Dari yang Lain, Satu Hakim MK Sampaikan Dissenting Opinion
- Apakah Berenang dan Menyelam Bisa Membatalkan Puasa?
- FOTO: Deretan Masjid Tua yang Masih Berdiri Kokoh di Penjuru Nusantara
- 10 Kota Kecil Terindah Dunia 2024 versi TimeOut, Ada dari Indonesia
- Meski Sempat Bertemu Prabowo, Gerindra Tak Masalah Perindo Dukung Ganjar
- 3 Waktu Terbaik untuk Berdoa Selama Bulan Ramadhan
- Heboh! Iptu MIP Diduga Selingkuh Serta Buat 12 Video Syur dengan Janda
- FOTO: Bayi 'Gemoy' Kuda Nil Kerdil yang Langka Lahir di Athena
- VIDEO: Bagaimana Jika Tak Sengaja Mimpi Basah saat Berpuasa?
- FOTO: Terpesona Taman Tulip Terbesar di Dunia, Ada Tulip King Charles