Remaja Bogor Viral Disebut Berubah Kelamin, Ini Penjelasan Dokter
Seorang remaja perempuanberinisial T (14) asal Bogor, Jawa Barat viral usai disebut mengalami perubahan jenis kelamindari perempuan menjadi laki-laki.
Hal ini diketahui bermula dari kecurigaan orang tua (S) karena buah hatinya tak kunjung mengalami menstruasi, padahal usianya sudah menginjak remaja. Ia juga yakin bahwa anaknya adalah perempuan sejak lahir.
Kondisi yang dicurigai sebagai perubahan kelamin ini mulai diketahui sejak sang anak duduk di tingkat akhir sekolah dasar melalui kemunculan tonjolan yang diduga mirip penis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilihan Redaksi
|
T sendiri mendapatkan arahan dari sekolahnya untuk tidak datang ke sekolah guna menghindari yang tidak diinginkan usai dirinya viral.
Karena tak kunjung menstruasi, keluarga pun memutuskan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter. Pemeriksaan UGH menunjukkan bahwa T berjenis kelamin laki-laki. Secara fisik pun, T menunjukkan kecenderungannya ke bentuk fisik laki-laki.
Dokter spesialis urologi Hilman Hardiansyah mengaku tak bisa banyak berkomentar lantaran belum melihat kondisi pasien secara langsung.
Meski begitu, Hilman mengatakan adanya kemungkinan si anak mengalami kondisi ambiguos genitaliaatau yang disebut sebagai disorder of sex development(DSD).
DSD merujuk pada kondisi kelainan perkembangan seksual pada seseorang. Hal ini terjadi ketika organ kelamin bayi tidak jelas atau ambigu, antara laki-laki atau perempuan.
Pasien harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan kromosom untuk memastikan kondisi.
"Kondisi ini dapat dievaluasi saat pasien lahir, dilanjut pemeriksaan kromosom," kata Hilman.
![]() |
Pemicu kondisi ini, kata Hilman, tidak lain adalah faktor genetik, hormonal, lingkungan, dan kehamilan.
Faktor genetik misalnya saat ditemukan kromosom abnormal, mutasi gen, dan sindrom genetik seperti klinefelter, turner, atau androgen insensitivitas.
Sementara faktor hormonal biasanya dipicu oleh ketidakseimbangan hormon, gangguan fungsi adrenal seperti congenital adrenal hyperplasia(CAH), dan gangguan fungsi testis atau ovarium.
Selain genetik dan hormonal, Hilman menjelaskan, faktor lingkungan pun bisa memengaruhi kelainan perkembangan organ seksual. Misalnya, paparan zat kimia seperti pestisida dan polusi udara, radiasi selama kehamilan, dan infeksi rubella atau toxoplasmosis selama kehamilan.
Kehamilan dengan komplikasi seperti penyakit diabetes, hipertensi, dan autoimun pun bisa memengaruhi gangguan tersebut. Termasuk juga penggunaan obat-obatan selama masa kehamilan.
(pli/asr)(责任编辑:休闲)
- VIDEO: Bahagiakan Orang Tua, Pintu Surga Terbuka
- Kematian Akibat Pneumonia di Indonesia Naik Drastis Sepanjang 2024
- Polisi Tokyo Tangkap Jaringan Prostitusi untuk Layani Turis Asing
- BPBD DKI Terus Upayakan Penanganan Banjir di Jakarta
- Progres Cek Kesehatan Gratis di RI, Sakit Gigi Jadi Temuan Terbanyak
- Kemenhub Pastikan Tak Ada Korban Jiwa Dalam Insiden Trigana Air PK YSB di Bandara Sentani
- Viral Gas Elpiji 3 Kg Langka di Jakarta, Pemprov Sebut Buntut Pengurangan Kuota LPG Bersubsidi
- Penjual Banyak, Tak Ada Antrean Pembeli Gas Elpiji 3 Kg di Jakarta Timur
- Studi Ungkap Maskapai yang Punya Makanan Pesawat Terbaik dan Terburuk
- Denny Indrayana Bisa Dihukum Maksimal 7 Tahun Penjara Karena Bocorkan Putusan MK Soal Pemilu
- Satu Keluarga Tewas di Ciputat Tewas Diduga Lantaran Terjerat Utang Pinjol dan Judi Online
- Jelang Natal, Bank Indonesia Buka Layanan Penukaran Uang di Katedral Jakarta
- Polisi Kasih Nomor WA untuk Laporkan Jika Ada Praktik Premanisme
- Padati Area CFD, Sahabat Ganjar Ajak Warga Jakarta Dukung Ganjar Presiden 2024
- Usia Berapa Bulan Bayi Boleh Naik Pesawat?
- Jelang Natal, Bank Indonesia Buka Layanan Penukaran Uang di Katedral Jakarta
- Sekolah Swasta Gratis di Jakarta Mulai Juli 2025, Tak Termasuk Kategori Menengah ke Atas
- 2025艺术专业留学排名院校
- Wamendiktisaintek Desak Kampus Usut Tuntas Kematian Mahasiswa UKI
- Gaet Kementan, Ombudsman Akan Perbaiki Sistem Penyaluran Pupuk Bersubsidi